Bapak pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara mewariskan peninggalan-peninggalan berharga terkait konsepsi pendidikan yang berpusat pada merdeka belajar, salah satu konsepsi yang diperlukan bagi proses pembelajaran abad 21 ini adalah asas Trikon. Pasti sebagian dari kita masih awam dengan kata Trikon yang saat ini kurang familiar dibandingkan dengan istilah-istilah seperti kurikulum merdeka, kurtilas, KBK, KTSP, dan beberapa istilah lainnya. Asas Trikon terdiri dari tiga asas yang berawalan “kon” yaitu kontinuitas, konvergensi, dan konsentris, asas ini menjadi prinsip utama perubahan yang dapat dilakukan guru dan sekolah untuk mewujudkan transformasi pendidikan saat ini.
Kontinuitas, memiliki arti dilakukan secara berkesinambungan. Proses belajar terbaik yang dialami oleh siswa saat ini adalah pembelajaran yang dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara berkelanjutan, dan tidak hilang semangat di tengah jalan. Pembelajaran yang dilakukan harus dirancang dengan adanya perencanaan matang serta tidak lupa mengakomodir kebutuhan siswa, selain itu guru juga harus melakukan evaluasi serta perbaikan secara terus menerus guna menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dan inovatif. Seorang guru dalam proses belajar mengajar harus mendampingi siswa secara utuh dan menyeluruh, dilakukan secara bertahap, dan sesuai dengan karakteristik masing-masing siswa.
Seorang guru tidak bisa memaksa salah satu siswa untuk langsung memahami suatu materi pembelajaran. Terkadang guru juga harus memperhatikan kondisi dan membuat strategi perencanaan yang baik dan berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan siswa-siswanya. Dalam suatu kelas guru harus bisa melihat dan mengamati karakteristik siswanya, terkadang guru harus menyajikan materi menggunakan video dari internet ketika siswanya mulai terlihat bosan, mungkin di lain waktu guru bisa mengajak siswanya untuk keluar dan melakukan proses belajar mengajar di perpustakaan sekolah, atau bahkan guru meminta siswanya membuat suatu proyek besar seperti film pendek dan drama. Peran guru inilah yang perlu dilakukan secara kontinyu atau berkelanjutan, tidak bisa sekali duduk dan mengharapkan hasil instan.
Konvergensi, memiliki arti pengembangan dapat dilakukan dengan mengambil sumber-sumber dari luar, hal ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh guru. Saat ini pun perkembangan dunia sudah semakin maju, era digital menyajikan beragam informasi dan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Dengan mempelajari berbagai sumber-sumber praktik pendidikan dari luar, Ki Hadjar Dewantara mampu membuat sebuah terobosan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik pada jamannya, hal inilah yang harusnya dapat menjadi contoh serta tauladan guru masa kini untuk mempelajari sumber-sumber di luar yang semakin lengkap untuk nantinya disesuaikan dengan kebutuhan pengajarannya. Pembelajaran yang berkaitan erat dengan IT akan lebih disenangi oleh siswa masa kini, ini merupakan sebuah fakta tak terelakkan yang harus dipahami.
Contoh sederhana yang menggambarkan asas konvergensi adalah proses belajar di mana guru meminta seluruh siswanya membuat presentasi atas tugas dengan menggunakan aplikasi canva, di awal pembelajaran guru akan memberikan tutorial membuat presentasi yang menarik, guru bisa mencontohkan langsung atau memutarkan video tutorial dari Youtube. Setelah siswa mulai mengenal bagaimana proses pembuatan presentasi maka guru bisa meminta ini sebagai tugas kelompok untuk menyajikan hasil temuan atau diskusi yang telah siswa lakukan. Melalui proses belajar berkesinambungan ini siswa tidak hanya mampu menguasai materi pembelajaran tersebut, melainkan juga mampu mengenal aplikasi canva sebagai media pembelajaran yang menyenangkan. Seorang guru harus mudah beradaptasi, terbiasa, dan menguasai dengan perkembangan teknologi dari luar, sebab saat ini siswa adalah tuan rumah teknologi yang sebenarnya, mereka begitu menguasai dan menyukai hal-hal yang berbau teknologi dan digitalisasi.
Konsentris, dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan yang berdasarkan kepada kepribadian budaya bangsa kita sendiri. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan kemampuan siswa dengan karakter kebudayaannya sendiri. Walaupun Ki Hadjar Dewantara dalam asas sebelumnya meminta kita mempelajari kemajuan dan sumber belajar dari bangsa lain, tetapi ia juga menganjurkan semua itu tetap ditempatkan secara konsentris dengan nilai dan karakter budaya bangsa kita sendiri sebagai pusatnya. Tentu saja hal ini sangat dibutuhkan sebagai bangsa yang sedang berkembang di tengah gempuran kemajuan teknologi yang sulit terbendung, dengan mengedepankan nilai budaya kita yang mengakar pada budi pekerti luhur. Proses belajar yang menggunakan teori pendidikan dan kebudayaan dari bangsa lain secara langsung tanpa melalui proses pengejawantahan, pengkajian ulang, serta evaluasi mendalam tidak akan menghasilkan kemajuan.
Hal ini dapat disikapi secara lebih hati-hati oleh guru dalam proses belajar mengajarnya, penggunaan asas konsentris ini sangat sesuai untuk menyikapi perkembangan teknologi AI atau kecerdasan buatan yang katanya mengancam anak-anak ketika salah digunakan. Munculnya kecerdasan buatan yang membantu siswa secara instan dalam membuat tugas, menyusun kalimat, dan menjawab pertanyaan adalah ancaman yang mengintai proses berpikir kreatif mereka. Guru memiliki peranan untuk memastikan agar setiap tugas yang disusun siswanya terhindar dari kecerdasan buatan ini, melalui langkah-langkah preventif sederhana seperti mengganti tugas yang memungkinkan siswa menjawab secara instan dengan tugas lain berupa proyek yang menghasilkan output atau karya secara nyata dan dapat dijelaskan proses pengerjaannya. Walaupun hal ini belum menjamin sepenuhnya tetapi tugas dan peranan guru untuk menghasilkan siswa yang memiliki budaya jujur sesuai dengan budaya bangsa kita adalah hal mutlak yang bisa dijadikan contoh bagi sistem pendidikan bangsa lain.
Bukankah kurikulum Trikon ini sangat relevan dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini? Melalui pengembangan pendidikan yang diarahkan pada proses belajar secara berkesinambungan dan berpedoman pada budaya dan kepribadian bangsa Indonesia maka pendidikan kita akan benar-benar merdeka, dan capaian dari kurikulum merdeka sendiri akan tepat dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Tentu hal ini tidaklah mudah, perlu langkah bersama dari sekolah, guru, dan siswa untuk mencapainya, namun tidak mudah bukanlah tidak usah, asalkan ada satu kesadaran untuk membuat pendidikan merdeka bagi siswa maka semua hal baik bisa dicapai. Mari kita sukseskan generasi emas Indonesia.
Sumber:
Soeratman, Darsiti. (1985). Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Suparlan, Henricus. (2015). Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia. Jurnal Filsafat. Vol. 25, No. 1, Hal. 56-74
https://guruinovatif.id/artikel/penerapan-asas-trikon-dalam-kerangka-kurikulum-merdeka#:~:text=Asas%20Trikon%20ini%20menjadi%20prinsip,yaitu%20kontinuitas%2C%20konvergensi%20dan%20konsentris.